post-feature-image

Tak Kuhadiri Reuni, Sebab Aku Miskin

Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com/JITET) Booming Facebook, Booming Reuni Ini semua gara-gara Facebook. Hebat betul media sosial yang satu i...

Kenapa malas ke reuni?
Apa alasan anda untuk hadir pada acara reuni?
Datang Ke Reuni Tak Harus Jadi Kaya dan Sukses Dulu
Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com/JITET)

Booming Facebook, Booming Reuni
Ini semua gara-gara Facebook. Hebat betul media sosial yang satu ini mempengaruhi bahkan mengubah hidup manusia. Bayangkan saja, teman sekolah, teman sepermainan waktu kecil, mantan kekasih, mantan teman satu kantor, sanak saudara, yang sudah puluhan tahun tak berjumpa, yang kita pikir sudah hilang ditelan bumi, tiba-tiba dalam hitungan minggu atau bulan saja, sudah ditemukan, bahkan sudah bisa kontak lagi. Ini benar-benar sebuah keajaban dunia maya !

Booming Facebook, diikuti dengan maraknya penyelenggaraan acara reuni, sebab pertemuan di dunia maya dirasa tak cukup lagi memuaskan rasa rindu pada teman di masa lalu. Beragam undangan reunipun berdatangan, dari reuni SD hingga reuni kantor. Sayangnya tidak seluruh undangan reuni itu bisa kita hadiri karena berbagai alasan.

Selalu ada perasaan yang sama manakala kita menghadiri acara reuni : perasaan bahagia ketika rindu terobati ,saat akhirnya dapat berjumpa lagi dengan sahabat tercinta yang telah hilang bertahun-tahun. Rasa haru biru yang menyelinapi hati saat menyalami Bapak dan Ibu Guru yang sudah sepuh, juga suasana nostalgia yang begitu melenakan, yang membuat kita tak ingat umur, terlupa sejenak bahwa kita kini sudah menjadi orang tua. Obrolan dan canda tawa yang terjalin, sangat menghanyutkan kita ke masa muda, saat kita masih sekolah dulu. Ah asyiknya ..

Tak menghadiri reuni sebab miskin
Dalam sebuah kunjungan ke rumah famili saya di Bandung, saya terlibat obrolan serius dengan seorang kerabat dekat saya. Kerabat saya itu seorang laki-laki yang usianya lebih muda beberapa tahun dibawah usiaku. Pekerjaan sehari-harinya adalah berjualan bensin eceran di sebuah kios kecil di pinggir jalan raya di kota Bandung. Sebut saja nama kerabatku itu Fahmi.

Dengan pekerjaan seperti itu, tentu saja Fahmi tidak bisa membuat keluarganya (istri dan ketiga anaknya ) hidup nyaman berkecukupan secara materi. Itu terlihat dari rumah beserta isinya yang sangat sederhana dan terkesan seadanya. Dan disini, di atas sehelai karpet di ruang keluarga yang sempit, kami berbincang hangat tentang segala hal, maklum sudah lama tidak bertemu.

Kebetulan saya dan Fahmi satu sekolah saat di SD dulu. Kepada Fahmi saya menyampaikan rencana acara reuni akbar SD untuk semua angkatan yang akan dilaksanakan selepas Lebaran nanti. Mendengar kabar itu, Fahmi hanya terdiam dan tampak tercenung. Tadinya saya tidak terlalu memperhatikan perubahan air mukanya. Namun setelah mendengarkan kata-katanya, gantian sayalah yang tercenung cukup lama

” Aku tak akan menghadiri acara reuni dimanapun, sebab aku miskin “

Kata – kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu lirih dan sedih. Saya terhenyak mendengarnya, namun sudah dapat menduga kelanjutan kalimatnya.

“ Aku malu pada teman-teman yang sudah kaya dan sukses “

“ Apa hubungannya reuni dengan kaya- miskin ? ayolah datang ! yang penting silaturahminya. Lagi pula tak akan ada orang yang bertanya-tanya apakah kita ini kaya atau miskin ! “, bantahku. Bantahan yang aku tahu terdengar sangat klise dan sangat naïf jika tidak dapat dikatakan bodoh.

Fahmi hanya tersenyum, menghela nafas, dan menggeleng. “ Aku nggak akan datang “. Pembicaraan tentang reunipun berhenti sampai disitu, tak dilanjutkan lagi sampai saya dan suami pamit pulang.

Pertanyaan - pertanyaan yang membuat rikuh …
Apa yang pertama kali ditanyakan di acara reuni, saat pertama kali berjumpa dengan teman-teman yang sudah lama sekali tidak bertemu ? apakah pertanyaan seputar : sekarang tinggal dimana ? sudah married ? anaknya sudah berapa ?. Mungkin terdengar seperti pertanyaan biasa saja, basa-basi normal yang acap kali terlontar dalam setiap pergaulan. Namun bahkan pertanyaan sesederhana itu menjadi sangat sensitif bagi sebagian orang yang (mohon maaf) belum mendapatkan jodohnya sementara usia semakin menua umpamanya, atau bagi pasangan yang belum mendapatkan keturunan padahal sudah bertahun-tahun menikah. Jadi jangankan pertanyaan soal kaya atau miskin ( yang mana pertanyaan seperti ini mustahil dilontarkan dalam keadaan serius), perkara sudah menikah dan memiliki keturunan saja sudah cukup membuat sebagian orang enggan menghadiri acara reuni, karena merasa malu dan minder.

Katakanlah pertanyaan -pertanyaan standar sudah terlampaui, lalu masuklah kita pada pertanyaan berikutnya, yakni soal pendidikan, soal pekerjaan, soal karir, dsb. Nah disinlah letak permasalahannya. Ketika pembicaraan sudah menyangkut masalah-masalah itu, akan ada teman-teman yang merasa sangat enggan untuk menjawab, karena merasa minder, sebab pendidikan dan pekerjaannya tak terlampau bergengsi, tak terlampau berkelas dan menghasilkan income yang besar untuk dibanggakan. Beberapa teman lagi memilih menghindar dengan tidak menghadiri reuni, daripada harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan serupa itu.

Kadang Reuni Memang menjadi Ajang Pamer (Ukuran Kesuksesan Kaum Hedonis : HARTA)
Saya tidak dalam kapasitas menilai acara-acara reuni yang sudah saya hadiri, karena saya sangat menghargai teman-teman yang sudah bersusah payah menyelenggarakan acara tersebut, dan sebab saya sangat menghormati teman-teman saya. Lagi pula semua acara reuni yang saya hadiri, jauh dari kesan hedonik.

Namun di luar itu, kita melihat betapa banyak reuni yang digelar dengan sangat megah di hotel-hotel berbintang, dengan acara dan sajian makanan minuman serba mewah dan melimpah, lebih mirip sebuah pesta ketimbang reuni. Oh ya tentu saja mereka yang hadir adalah orang-orang yang sudah sukses, sudah kaya raya, atau sudah menjadi pejabat atau tokoh ternama di negeri ini. Terlihat dari penampilan mereka yang serba gemerlap , juga terlihat dari deretan mobil mewah yang terparkir di pelataran hotel, dengan petugas keamanan dan kepolisian berseliweran di sekitar area reuni.

Apakah mereka teman-teman kita ? ya tentu saja, mereka adalah teman-teman kita, teman sekolah kita. Bahkan mungkin saja mereka adalah teman sebangku kita, yang terbawa nasib menjadi orang yang sukses secara duniawi. Perkara mereka telah terlihat bak penduduk negeri langit, jangan lupa sudah berapa masa kita tak berjumpa dengan mereka ? jangan lupa juga, waktu yang telah lama terlampaui membuat manusia berubah. Tak hanya fisiknya, namun sifat dan karakternya pun bisa saja berganti.

Tak usah heran jika kemudian dalam kesempatan reuni, kita menemukan teman karib kita begitu membanggakan penampilannya yang serba wah, menceritakan dengan penuh semangat perawatan wajah yang dia jalani, tatkala teman-teman yang lain memuji kemulusan kulitnya. Menceritakan dengan sumringah perjalanan-perjalanan bisnisnya ke kota-kota besar dunia , seraya mempermainkan tali tas Hermesnya yang berharga puluhan juta. Jika sudah begini, tak ada gunanya kita membanggakan anak kita yang hafal 5 juz Al Quran, atau juara Olimpiade Fisika, atau rasa syukur karena anak kita diterima di perguruan tinggi negeri. Tak ada manfaatnya, karena sama sekali bukan itu ukuran kesuksesan kaum hedonik.

Lebih banyak teman-teman yang kurang beruntung
Lalu bagaimana dengan teman-teman yang belum sukses ? bagaimana dengan teman-teman yang bekerja mencari nafkah membanting tulang menjual bensin eceran dan tambal ban seperti Fahmi ? yang tinggal di rumah kontrakan terselip di pelosok gang sempit yang kumuh dan pengap ? yang hanya memiliki kendaraan sepeda motor cicilan ?. Apakah orang-orang seperti Fahmi akan memiliki cukup keberanian untuk hadir ke acara reuni semegah itu ? Fahmi tidak berani, dan saya rasa banyak orang seperti Fahmi yang juga tak cukup memiliki nyali untuk melakukannya.

Saya sangat memaklumi perasaan Fahmi. Sebab bagi orang yang tidak mampu, pembicaraan tentang kelimpahan materi di antara teman yang sukses hanya akan melukai perasannya. Fahmi mungkin tidak merasa iri dengan keberhasilan teman-temannya, tapi dia jelas merasa sedih. Betapa tidak merasa sedih, jika dilihatnya teman-teman sepermainannya hidup serba berkecukupan, sementara dia serba berkekurangan ?

Saya jadi berpikir, pantas saja acara- acara reuni yang saya datangi, hanya dihadiri sebagian kecil saja dari jumlah keseluruhan yang tercatat dan seharusnya hadir. Kemanakah gerangan teman-teman yang lain ? mengapa tidak ada kabar beritanya ?. Tadinya saya berpikir, mereka mungkin sibuk, atau terkendala jarak yang jauh. Namun melihat Fahmi, saya jadi berpendapat lain. Mungkin karena mereka yang tidak hadir itu memiliki alasan yang sama dengan Fahmi : merasa malu menghadiri reuni karena miskin.

Seharusnya persahabatan tidak terhalang status sosial
Saya tetap merasa bersyukur, karena sebagian besar teman-teman saya tidak berkelakuan aneh, meski mereka telah sangat sukses dari segi materi dan status sosial di masyarakat. Hanya segelintir saja yang bersikap sangat ajaib, kalau tidak bisa dibilang norak dan berlebihan dalam memamerkan kekayaannya. Mereka ini sangat tidak empatif terhadap orang-orang yang kesusahan.

Bagi orang yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi, harta sama sekali bukan ukuran kesuksesan, dan sama sekali bukan syarat bagi terjalinnya sebuah pertemanan. Dari dulu sampai kapanpun, teman tetaplah teman, tak boleh ada yang menghalangi, apalagi hanya sekedar harta yang sifatnya sementara.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa reuni tidak pernah salah. Yang salah adalah segelintir oknum hadirinnya. Hadirin yang berlagak jadi orang yang paling penting sedunia, yang bersikap mentang-mentang. Orang-orang seperti inilah yang membuat teman-teman yang kurang beruntung, menjadi enggan hadir, dan menyebabkan tujuan reuni tidak tercapai.

Sementara pendapat saya bagi teman-teman yang enggan menghadiri reuni karena faktor ketiadaan harta, percayalah bahwa sebagian terbesar dari kami adalah orang-orang yang memandang persahabatan adalah sesuatu yang sangat bernilai dalam hidup kami. Tak perlu malu menghadiri reuni hanya karena ketiadaan harta, karena kami tak peduli. Kami hanya rindu padamu, kami hanya ingin mendengar kabar, bahwa engkau tetap sehat dan penuh semangat dalam mengarungi kehidupan ini. Kami hanya ingin berteman denganmu, selamanya. Selebihnya, tak penting lagi.

 
freewebs.com


Salam sayang,

Anni (yang sering malas menghadiri Reuni)
Sumber :http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2013/07/16/tak-kuhadiri-reuni-sebab-aku-miskin-577214.html
 
Beberapa komentar pilihan :

16 July 2013 12:39:10
Nyempil di sini Bu Anni…
Saya juga termasuk orang yang malas datang ke reoni.
Kalau pengalaman saya mereka bukan pamer harta. Tapi pertemuan ini terselubung untuk ajang kampanye. Maklum… banyak yang jadi anggota dewan…  
16 July 2013 18:56:26
Reuni bermanfaat untuk mengembangkan jaringan. Banyak guru saya SD,SMP dan SMA di masa tuanya mengalami kondisi kesehatan yang buruk, sementara perekonomiannya pun kurang. Adanya jaringan alumni ini beberapa kali berhasil menolong guru-guru ini dan beberapa alumni senior yang kemalangan. 
17 July 2013 01:56:10
Tak menghadiri reuni sebab miskin….
memang terkesan seperti artikel ini bila itu ‘reuni formal’….
cuma sekarang bertambah lagi,karena tahun politik…reuni untuk tujuan politik,..bahkan buka bersama alumni pun dijadikan sarana untuk itu….  

17 July 2013 12:19:06
Lala juga agak malas bu, apalagi kalau gada temannya..soalnya La pemalu hihihi, apalagi kalau jaman SMU atau SMP itu kan temannya pada genk genk an, jadi pas reuni juga mereka dengan genk mereka lagi, jadinya kalau gada temannya kaya anak hilang nanti, wlpn bisa gabung juga dengan sesama anak ilaang :p

16 July 2013 07:00:06
tergantung kita mensikapinya mbak. Kalau belum beruntung dan kita punya sifat menolong maka hal yg demikian bisa menjadi ajang saling berbagi. Yg penting silaturahmi walau memang yg kebanyakan adalah ajang pamer keberhasilan. 

16 July 2013 07:02:51
betul bu, memang reuni kadang terasa seperti ajang pamer kesuksesan….makanya saya tdk terlalu sering datang pada acara reuni, walau tdk semua seperti itu. Lagipula waktu dan jarak juga membuat kita tdk bisa seperti dulu lagi. Semua kembali pada niatan masing-masing utnk datang ke reuni
16 July 2013 07:05:36
Untuk menghindari hal hal yg gak diingini. Aku juga males dateng, karena tempatnya buat mpot mpotan mau dateng, diHotel berbintang. Salam sayang juga, Mba ….. 

16 July 2013 07:27:10
Eva …
iyaa … reuni kok di hotel berbintang. Kayak mau prom night aja ! he he ..
Kalau diadakan di sekolah, saya biasanya hadir.
Thx ya Ana sayang, salam sukses selalu  

16 July 2013 07:16:21
Gw kagak hadir cuma karena ada pak Mantan……

16 July 2013 07:29:59
Adinda Firman …
aiihhh … o..ouw …! kamu ketauaann ..! he he
iya memang, faktor ketemu mantan juga jadi bikin males hadir di acara reuni yaa .. hihi ..
ok deh, thx ya Adinda, salam sukses selalu  

16 July 2013 07:34:02
Mau reuni sewa mobil dulu yg penting bisa pamer..
Halah….pamer kok cuma beberpa jam saja..
 
16 July 2013 07:37:01
Mas Nessma …
halah, nggak salah nih mas Nessma main ke rumahku ? he he …
btw betul banget Mas. Banyak yang gitu, demi gengsi sampai rental mobil segala. Habis, banyak yang suka pamer sih, akhirnya banyak orang terpaksa pada akting semua
thx ya Mas Nessma, salam sukses buat mas Nessma, selamat menjalankan ibadah shaum, dan mohon maaf lahir batin ..  

16 July 2013 08:11:32
Belum pernah datang reunian khusus, ngak pada mau patungan bayarin ticket ama nginepnya bukan sombong hanya mahal di ongkos hanya pernah ketemuan beberapa teman aja pas kesana.

16 July 2013 08:16:20
Mbak Nina Levi …
yah Mbak … patungan beli tiket dari Canada kesini mah, panitia juga ogah! wqkqkqk
Mbak Nina sih kasusnya beda yaa, karena terkendala jarak yang sangat jauh. Tapi kalau deket, pasti diupayakan datang kann ?
OK deh, Mbak Nina, thx ya sudah hadir, salam sayang buat keluarga di rumah


16 July 2013 08:13:42
Alhamdulillah, sy dalam posisi mirip Bu Anni, pola pikir persis sama, cuma nggak bisa menuliskan sebagus Bu Anni.
Pernah merasa “iri” dg teman SMP yg prestasinya jauh di bawah saya, namun sekarang bisa hidup berkelimpahan (msh ada kekerabatan dg kel cendana) dan istrinya 3, hehehe…

16 July 2013 08:18:59
Mas Ws-thok
wah, jadi seneng nih, pagi-pagi dialem sama mas Ws, he he ..
Mas Ws iri sama teman yang istrinya 3 orang ?? hahahahaa … ada-ada aja ah mas Ws mah …
yah gitu deh mas, nasib orang kan nggak tau. Dia ngapain juga sehingga kaya raya gitu juga kita nggak tahu kan ? yang penting kita baik-baik dan mensyukuri pemberian Allah. dah gitu ajalah, biar nggak pusing
thx ya Mas Ws, salam sukses selalu  

Mengkomentari: Tak Kuhadiri Reuni, Sebab Aku Miskin 
Agnan Zakariya

Ini adalah komentar yang terlalu panjang saya rasa untuk di selipkan pada kolom komentar, sehingga berinisiatif untuk memposting komentar dengan bentuk tulisan agar khalayak yang lain bisa menilai dan membacanya: Saya mengkomentari tulisan Ibu Anni (yang sering malas menghadiri Reuni) pada tulisan Tak Kuhadiri Reuni, Sebab Aku Miskin.

Saya kira tulisannya sangat mengingatkan bagi mereka yang merasa sudah terlalu menjadi pamer pada ajang reuni, bagus. Pernyataan pada tulisannya pun lebih kepada opini pengalaman ibu disaat reuni, tapi meilhat komentar ibu rata-rata dari setiap jawabannya, saya terlalu melihat hal yang tendensius, sangat sudah apatis untuk datang ke setiap acara reunian, saya kira elaborasi saya pribadi begini: Saya sendiri tidak bisa mempersalahkanya pernyataan ini… terkadang rasa ingin memperlihatkan sesuatu di depan teman-teman saat sedang berkumpul bahwa kita sudah ini, sudah itu, tak terkecuali kalau udah dapet pacar (apalagi cantik), punya mobil, punya harta, punya anak, tinggal di LN dll memang terkesan di obral, tapi disini harus ada catatan batas wajar saya kira. 

Batas wajar saya disini adalah sebatas celetak celetuk yang masih bisa kita toleransi selama tidak menghina dan menyakiti hati kita dengan hinaan tersebut, terkadang minder dengan malu jadi beda tipis disaat ber-adagium seperti ini, melihat pernyataan ibu di tulisan ini saya kira ada di antara itu. Tidak usah di masukin terlalu ke hati, mungkin agak berbeda ketika itu datang kepada si perasa, rata-rata kekakuan pada kondisi yang serba berubah drastis terjadi kepada orang yang melankolis, yang dulu susah bergaul, memisahkan diri dengan teman yang itu-itu saja di kelasnya dulu (Maaf saya tidak menyebut itu Ibu).

Kadang celetak celetuk teman-teman kita yang sedang reuni memang terkadang tidak tertahankan, tapi apa mau di kata namanya juga temen, yang waktu dulu aja kita sering guyon. Sebagian orang memang ada yang pesimis dan gampang terluka dengan ucapan-ucapan “guyon,” kadang minder jadinya. Tapi ada juga teman yang tahan banting, bukan apa-apa karena sudah terbiasa dengan hal-hal yang seperti itu, jadi ini bisa di kategorikan bermental kuat. Anggapannya ah wajar, namanya juga “guyon.” Kalau saya sendiri malah yang kedua ini, semakin waktu berlalu, semakin waktu berjalan, beda tempat, beda kondisi.

Teman-teman kita akan sedikit banyak terlihat lebih jauh berubah dari dulu, saya sangat realistis. Jadi nikmati saja toleransi, menguatkan mental, dan positif thinking dengan kekondisian yang baru. Apresiasi itu adalah kunci bagaimana kita saling berbagi dengan macam teman apapun, lalu akan terciptalah silaturahmi, setelah terjalin maka akan tercipta tali rezeki. Selain ibu menyentil pihak yang senang pamer dalam ajang reuni dengan capaian duniawinya di tulisan ini, saya pun ingin menyentil dengan berkomentar kepada pihak-pihak yang terlalu apatis, tidak semangat dan males untuk pergi ke acara-acara reunian (maaf bukan kepada ibu). Lain halnya jika terhalang jarak, kesibukan yang tidak bisa di fleksibelkan, sedang berduka dan hal-hal yang lain yang sangat prioritas.

Saya sendiri selalu mengadakan reunian kecil untuk teman-teman sekelas di kampus, dan sebagian besar banyak yang tidak datang dengan berbagai macam hal alasan. Padahal satu kota, yang lain kota beda lagi. Catatan saya mereunikan hanya untuk mengkaribkan tali silaturahmi yang terkadang berbuah jadi rezeki, ada teman yang sok pamer nikmati saja, anggap saja re-sharpening mental. Gap terjadi ketika membanding-bandingkan kekurangan dengan kelebihan teman lainnya, padahal sebagian teman tidak melihat hal-hal seperti itu, malah bisa saja ada kemungkinan untuk bisa kita saling menolong teman-teman yang sedang mencari jawaban terhadap hidupnya dalam hal mencari rizki. Pada akhirnya kita bisa untuk saling berbagi dengan yang lainnya. Jika reuni saja tidak datang, bagaimana kita bisa melihat sisi baiknya? :)

Buatlah perspektif selalu terbuka dengan hal-hal yang mempesimisme kan kita pada arah yang negatif, karena dunia secara universal adalah hukum tentang gravitasi, anda adalah apa yang anda pikirkan, semua hal apapun ketika pikiran kita ditanamkan hal positif maka yang terjadi adalah hal-hal positif, walau di luar nalar kita tapi segala sesuatu yang terjadi di hadapan kita akan dapat kita selesaikan secara positif.

Melihat teman yang sudah kaya raya, selalu pamer dengan hartanya, lalu berbicara besar padahal dulu sewaktu jadi teman sekelas tak sesombong itu, walau terkadang memang sudah ketahuan buntutnya akan terlihat menjadi orang yang sombong. Saya kira pada waktu itu, bisa kita tanamkan rasa motivasi untuk kita berpandangan bahwa kita pun dapat mengejar tingkat capaian sukses duniawinya itu dengan cara pandang kita, dan berbesar hatilah ketika duniawi kita belum mencapai hasil maksimal, lalu berpikir alternatif: Mungkin kita bisa men-subsidiari sukses duniawi dengan sukses amalan dan sukses sosial, tidak semua orang bisa melakukannya.

Kita berpikir sederhana saja, jangan dibuat terlalu complicated. Saya selalu cinta Indonesia dengan budaya “malunya.” Namun jangan merasa malu untuk memperlihatkan diri anda seutuhnya, jangan pesimis karena kita miskin dihadapan yang kaya karena masalah harta, jangan merasa anda miskin dengan profesi anda yang kuli bangunan di depan teman yang sudah berprofesi menjadi direktur, jangan menjilat “sepatu” teman karena anda pengangguran dan meminta pekerjaan kepada teman anda yang sudah menjadi pengusaha. Hargai diri anda seutuhnya, dan apresiasi teman macam apapun untuk anda lebih mengenal lebih mereka. Sayapun orang miskin, dan saya merasa sangat miskin ketika ada teman yang sudah memiliki jauh pandangan yang lebih luas tentang ilmu dan pengetahuan walau dia hanya tukang becak. Itu yang saya maksudkan. Salam. 
Nama

alumni artikel bisnis database espero islam prestasi reuni tentang kami
false
ltr
item
Alumni SMPN 2 SEMARANG | Alumni SMP Negeri 2 (Espero) Semarang | MULO | Pusat Informasi Alumni: Tak Kuhadiri Reuni, Sebab Aku Miskin
Tak Kuhadiri Reuni, Sebab Aku Miskin
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/07/1373942049286543285.jpg
Alumni SMPN 2 SEMARANG | Alumni SMP Negeri 2 (Espero) Semarang | MULO | Pusat Informasi Alumni
https://jejakesperosemarang.blogspot.com/2015/04/tak-kuhadiri-reuni-sebab-aku-miskin.html
https://jejakesperosemarang.blogspot.com/
https://jejakesperosemarang.blogspot.com/
https://jejakesperosemarang.blogspot.com/2015/04/tak-kuhadiri-reuni-sebab-aku-miskin.html
true
7598018346633464410
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy